
Dalam aspek pendidikan, kondisi darurat covid-19 menuntut
para pengambil Kebijakan Pendidikan di berbagai level untuk melakukan berbagai
penyesuaian dalam waktu singkat. KBM online di masa
pandemik covid-19
ini dikembangkan dalam merespon kondisi kedaruratan untuk menjaga kelangusngan
pembelajaran, sehingga aktivitas pembelajaran tetap berjalan. Tentunya terjadi
ketergesaan dalam penyiapannya, karena tidak dirancang sejak awal. Dalam
kondisi demikian, pencapaian tujuan pendidikan belum tentu maksimal, karena
pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran tersebut bisa jadi tidak memiliki
prioritas yang sama, misalnya karena mengalami berbagai kendala dan hambatan
dalam kehidupan.
Memutuskan
kebijakan percepatan masa kuliah pun kurang
efektif dan bukanlan suatu bentuk kebijakan yang tepat. Hal ini akan semakin banyak menimbulkan
masalah lain yang mengekor, seperti capaian mahasiswa yang
nantinya akan dipertanyakan. Selain itu, apakah mahasiswa mampu menghadapi
tekanan yang ada? Dalam
hal ini, memang dibutuhkan kajian yang rapi
tapi tepat sasaran. Seharusnya
pihak kampus benar-benar mempertimbangan pengambilan keputusan tersebut dengan membuat
rangkaian alternatif sebelum nantinya di nilai alternatif mana yang memiliki
tingkat penyeleasaian persoalan yang paling sedikit tingkat kegagalannya. Sebagai solusi, kampus
dapat memberikan satu bentuk
inovasi berupa metode kuliah yang kreatif. Tapi perlu diingat lagi bahwa dalam posisi seperti ini
mahasiswa juga harus dituntut untuk dapat beradaptasi
dengan belajar secara mandiri dan memaksimalkan
kemampuan dan waktunya selama masa pandemic ini untuk dapat belajar dari
berbagai sumber.
Kebijakan
mempercepat perkuliahan akan mungkin
dapat diputuskan dengan konsekuensi
adanya pemadatan materi, mengingat pembelajaran sudah dirancang sejak awal dan
disepakati pada saat kontrak belajar. Mestinya
keputusan tersebut diambil dengan melibatkan mahasiswa yang juga merupakan
subjek aktif dalam pembelajaran. Terkait dengan pemberian nilai, sesungguhnya
nilai merupakan cerminan kinerja dari mahasiswa. Untuk kondisi seperti saat
ini, penilaian tidak melulu dalam ukuran kuantitatif, namun dapat juga menilai
proses berdasarkan unjuk kerja mahasiswa dalam berbagai bentuk.
Adanya kebijakan
pembelajaran jarak jauh ini memang memunculkan beberapa masalah terutama
pemerataan. Banyak pelajar yang
mengeluhkan kesulitan untuk mengakses internet dan kurangnya fasilitas yang memadai.
Namun seiring berjalannya pembelajaran ini, pihak kampus juga memberikan
keringanan dengan memberikan dukungan paket data dengan harapan memudahkan
mahasiswa untuk menjalankan pembelajaran jarak jauh ini. Hal ini berkaitan
dengan pendidikan untuk semua (education
for all), di mana
prinsip kemudahan akses untuk semua menjadi pilihan utama.
Dalam kondisi
seperti ini, masyarakat justru memiliki kesempatan untuk berinisiatif, tidak
hanya menunggu instruksi pemerintah. Komitmen
dan kreativitas masyarakat diuji, mengingat situasi krisis dan kondisi darurat,
maka fleksibilitas perlu dikedepankan. Apalagi dengan variabilitas kondisi
geografis, ekonomi, dan sosial
budaya, keragaman irama dan kecepatan dalam mengupayakan pendidikan yang berkualitas. Dalam
keadaan daruruat, prioritas pada pembelajaran belum tentu sama, apalagi bagi
pihak-pihak yang mengalami krisis dalam kehidupannya. Hal ini menimbulkan
gangguan pada kehidupan pelajar,
sehingga berdampak pada rendahnya partisipasi dalam KBM online dan
keterlambatan dalam merespon tugas
sesuai tenggat waktu karena keterbatasan akses jaringan internet. Kondisi
inilah yang perlu dipertimbangkan oleh dosen dalam pemberian tugas kepada
mahasiswa. Penting bagi pengajar untuk
melakukan pemetaan kebutuhan, kondisi, dan support system,
atau paling tidak dapat menanyakan hambatan atau kendala dalam akses KBM
online. Dengan demikian, penugasan dapat disesuaikan, tidak mesti diseragamkan,
sehingga pembelajaran menjadi
lebih bermakna.
Ahli kebijakan
yakni Keban, menyatakan bahwa suatu kebijakan dikatakan sebagai kebijakan constituent atau kebijakan dalam rangka
melindungi negara. Kebijakan pencegahan covid-19 ini masih mengundang beberapa
pro dan kontra. Barangkali
dalam proses perumusan, kebijakan ini
belum sepenuhnya melihat kondisi yang
ada secara komprehensif, serta dari stakeholder
pun terdapat kompleksitas. Karena
pada sejatinya, kebijakan nasional itu cenderung terjadi generalisasi makanya
dalam hal teknis dan mekanisme kerjanya masih banyak sisi kepincangan daripada
keberhasilan. Maka yang perlu digaris
bawahi di sini
adalah bagaimana kita sebagai warga negara dapat menyesuaikan dengan keadaan
yang ada dan mencermati
segala regulasi yang
diputuskan dengan melihat berbagai
pertimbangan.
Pemantik : Dr. Ariefa Efianingrum, M.Si.
(Ketua Jurusan Filsafat & Sosiologi
Pendidikan)
Editor : Ayuk Widarningsih, Mustika Vania Sulistyani
(Departemen
Penalaran HIMA Kebijakan Pendidikan 2020)
Layout : Departemen Medinfo HIMA Kebijakan Pendidikan 2020